Social Icons

Pages

Saturday, 24 May 2014

AUTOBIOGRAFI




GORESAN TINTA SANG PERAJUT KATA

            Nama saya adalah Nafi’ Inayana Zaharo. Saya akrab dipanggil Iin oleh keluarga saya dan teman-teman waktu kecil saya. Namun, semenjak saya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama mayoritas teman-teman saya memanggil saya Nafi’. Saya dilahirkan oleh malaikat tanpa sayap saya yang biasa saya panggil “Mama” di desa kecil yang terkenal dengan nama desa Pesagi, kecamatan Kayen, kabupaten Pati pada tanggal 24 Juli tahun 1996. Saya mempunyai ciri khas bergigi kelinci, bermata sayu, beralis tipis, berhidung tidak mancung dan berambut ikal. Mas’ud, nama ayah saya yang senantiasa telah menghidupi saya dan merelakan tenaga serta waktunya menjadi seorang pejuang devisa negara demi kesuksesan saya mulai dari pertama melihat dan berkenalan dengan indahnya dunia ini sampai sekarang saya yang masih mencoba mencari cara bagaimana menaklukkan dunia. Sun’ah, nama ibu saya yang senantiasa tulus merawat dan mengerahkan semua keringat darah beliau bagi saya, bagi ketentraman hidup saya.
Si Kecil bukan Hanya Bisa Merangkak
            Ketika usia saya baru menginjak 4 tahun, saya merengek meminta sekolah di TK yang berada di daerah kecamatan Kayen. Ketika itu saya sangat bersemangat untuk memulai menuntut ilmu melalui perantara sekolah. Lucunya, saat itu saya pernah berlaku konyol menyusul paman saya yang baru menginjak kelas 6 SD ke sekolahnya dan duduk di depan gerbang sekolah paman saya dengan hanya mengenakan rok selutut beserta kaos dalam. Ada salah satu guru di sekolah tersebut bertanya pada saya: “Lho, nak. Mau apa di sini?”. Dengan ringan dan polos saya menjawab pertanyaan dari beliau bahwa saya ingin sekolah dengan paman saya. Karena saat itu adalah pertengahan semester, ibu saya mendaftarkan saya di Madrasah Ibtidaiyah Raudlatul Muta’allimin Pesagi pada semester berikutnya yang merupakan pembukaan semester awal peserta didik baru tahun 2001. Jadi saya langsung meloncat di Madrasah Ibtidaiyyah tanpa melewati Play Group/PAUD/TK/RA .Saya masuk di MI ketika berumur 5 tahun, bisa dikatakan terlalu muda bagi peserta didik yang menduduki kelas satu MI. Ketika umur itu juga ibu saya dianugerahi Allah SWT seorang anak perempuan yang diberi nama Wahyu Shintani. Kebetulan ibu saya mengajar kelas dua di MI tersebut. Sebelum saya menduduki bangku sekolah, ibu saya selalu mengajari saya bagaimana cara membaca, menulis dan cara menghormati orang lain. Menurut cerita dari ibu saya, ketika saya berusia 4 tahun saya sudah bisa membaca al-Qur’an meskipun belum bisa fashih dalam membacanya. Ibu saya pernah memberi saran kepada wali kelas saya saat itu bahwa saya sebaiknya jangan dinaikkan ke kelas dua terlebih dahulu, karena usia saya yang masih terlalu muda untuk menjalani hal itu. Takutnya jika saya belum bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan tidak mampu mengikuti mata pelajaran yang diajarkan karena memori otak saya belum mampu mencerna pelajaran sebaik teman-teman saya yang umurnya tepat menduduki angkatan saya sejak itu. Namun wali kelas saya berkata lain bahwa saya harus dinaikkan ke kelas selanjutnya karena saya sudah mampu mengikuti segala mata pelajaran yang diajarkan seperti membaca, menulis dan lain-lain. Bahkan saya pada saat itu mampu meraih peringkat satu di dalam kelas. Begitu pula seterusnya sampai saya lulus MI pun tidak terlepas dari gelar peraih peringkat tiga besar dalam raport sekolah saya.

As-Syifa’ itu Pasti
            Setelah saya menyelesaikan sekolah di MI Raudlatul Muta’allimin Pesagi pada tahun 2007, saya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yakni di MTs Walisongo Kayen yang mulai aktif sekolah pada tanggal 12 Juli 2007. Saya dikenal sebagai anak yang pendiam. Waktu kelas VII MTs saya pernah menderita penyakit typhus. Sebelumnya, ibu saya mengetahui bahwa saya hanya menderita penyakit demam biasa. Ibu  membawa saya ke bidan terdekat di daerah saya untuk memeriksakan dan mengobati saya. Bu bidan memberi saya beberapa tablet obat dengan jenis yang berbeda. Ketika itu usiaku masih tergolong anak-anak yakni umur 11 tahun. Dosis yang diberikan oleh bu bidan jika ditotal, sehari saya mengkonsumsi obat sebanyak 18 butir, terlalu banyak bagi anak usia 11 tahun. Ketika saya baru menghabiskan setengah dari kumpulan obat tersebut, saya merasa aneh dengan diri saya. Leher saya seperti ada yang menarik ke belakang dan mata saya tidak bisa ditutup. Seketika saya berkata kepada ibu saya tentang penyakit yang saya alami dengan kondisi seperti itu. Tanpa menunggu lama ibu saya langsung membawa saya ke rumah sakit terdekat dan saya langsung masuk UGD ketika itu. Setengah sadar saya merasakan ada sesuatu yang dimasukkan dalam hidung saya, ternyata selang oksigen untuk membantu pernapasan saya. Dokter berkata pada keluarga saya bahwa saya overdosis obat. Ketika itu juga dokter memberi saya satu butir obat kecil kemudian saya meminumnya. Entah itu obat penenang atau apa yang jelas setelah minum obat tersebut saya sudah tidak sadarkan diri dan saat saya membuka mata saya sudah berada diatas bangsal ruang rawat di rumah sakit tersebut. Setelah diambil sample darah saya dan dideteksi penyakit apa yang saya derita, akhirnya saya divonis menderita penyakit typhus. Saya dirawat di rumah sakit selama 4 hari dan setelah itu saya tarak atau berhenti mengkonsumsi pantangan-pantangan yang menyebabkan berkembangnya penyakit tersebut selama kurang lebih satu tahun. Dengan izin Allah SWT sampai sekarang saya tidak pernah merasakan penyakit itu kembali merajai tubuh saya. Alhamdulillah.
Islam Mengajarkan Keajaiban Goresan Tinta
            Dalam sejarah perjuangan saya di medan perang dalam melawan kebodohan ketika MTs, bisa dikatakan ada kenaikan yang drastis pada prestasi saya. Ketika kelas VII dan VIII saya tidak pernah tercantum dalam barisan siswa peraih peringkat sepuluh besar. Namun ketika kelas IX semester satu prestasi saya naik menjadi peringkat enam di kelas dan semester dua saya menjadi bintang kelas yang meraih peringkat satu pada masa itu. Dan ketika ujian nasional MTs saya mendapatkan nilai tertinggi ke tiga di sekolah saya. Mungkin hanya sebuah hal biasa bagi mereka yang lebih dari saya, setidaknya saya mampu menyiratkan dan menyuratkan upaya saya dalam menuntut ilmu di dalam cerita saya dan mampu membuat orang tua saya tersenyum melihat semangat belajar saya yang semakin berkobar. Sedikit cerita, ketika awal semester kelas IX MTs sekolah saya mengadakan class meeting bagi semua siswa MTs Walisongo. Kelas saya pun mencari delegasi untuk ikut serta dalam lomba-lomba yang diadakan pada saat class meeting. Saya sempat berkata rendah, saya bisa apa?. Namun saya sadar kata-kata itu salah. Salah satu teman saya menunjuk saya untuk mengikuti lomba kaligrafi. Saya terkejut, apa saya bisa?. Saya tidak pernah belajar dan menulis kaligrafi tapi saya dituntut untuk melakukan hal itu. Karena itu sebuah amanat saya terima dan harus melakukan hal itu. Ketika hari lomba, saya tidak ada persiapan sama sekali seperti membawa kertas dan alat tulis, saya juga belum mempelajari ilmunya. Datang ke tempat perlombaan pun telat. Yang membuat saya terkejut adalah ketika pengumuman pemenang lomba yang diumumkan pada saat upacara rutin hari Senin ketika itu, nama saya dipanggil sebagai pemenang pertama cabang lomba kaligrafi. Mulai sejak itu, saya menemukan salah satu bakat saya di bidang kaligrafi dan sekarang saya menekuninya. Saya juga pernah mengikuti lomba kaligrafi tingkat kabupaten yang mewakili sekolah saya, namun Allah belum mengizinkan saya untuk menyandang gelar juara. Semua itu adalah hasil jerih payah saya yang tak pernah lelah mengayuh sepeda onthel demi mencari ilmu di sekolah meskipun teman-teman saya gengsi mengendarai kendaraan seperti saya. Seperti kata-kata yang sering dilontarkan anak muda zaman sekarang “Aku yo cuek”.
Seni itu Indah, Seni itu Berkah
            Kelulusan ujian nasional MTs pada tahun 2010 membawakan nilai yang cukup membanggakan. Saya melanjutkan sekolah saya di MAN 01 Pati pada tanggal 12 Juli 2010. Mulai sejak itu saya dilatih untuk hidup mandiri oleh orang tua saya. Saya tinggal di kost milik guru saya di MAN 01 Pati. Saya beruntung berada di sana, walaupun itu sebuah kost namun banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang saya alami. Di sana bukanlah kost yang bebas, bapak dan ibu kost keduanya guru saya di MAN 01 Pati. Setiap maghrib, shubuh dan isya’ diwajibkan untuk jama’ah sholat di masjid, sedangkan dhuhur diwajibkan jama’ah sholat di masjid oleh sekolah. Selesai sholat harus membaca al-Qur’an di masjid, jika kami melanggar kami akan mendapat hukuman. Setiap hari Rabu ada evaluasi dan pembelajaran makharijul huruf dan mauidzatul khasanah singkat oleh guru yang diambil dari luar. Setiap malam hari Jum’at ada agenda rutin dziba’an yang diisi oleh anak kost. Setiap malam kami belajar bersama dan terkadang minta tutor dari bapak kost saya yang menjabat menjadi guru matematika, pak Qodri namanya. Kami tidak diperbolehkan keluar malam kecuali untuk belajar di rumah guru saya, itupun rumahnya yang berada disekitar kost saya. Ketika kelas X saya mengikuti ekstrakulikuler pramuka yang diwajibkan oleh sekolah dan seni tari tradisional. Setiap akhirussanah saya dan teman-teman saya dipentaskan menarikan beberapa tarian tradisional antara lain tarian Goyang-goyang, tarian Robyong, tarian Soyong, dan tarian Mayong. Kelas X saya mendapatkan peringkat ke 3 di dalam kelas, kelas XI menduduki peringkat ke 4, dan kelas XII saya menduduki peringkat ke 2 di kelas. Ketika ujian nasional saya mendapatkan nilai terbaik se prodi IPA. Alhamdulillah.
Secercah Harapku pada Pena
            Saya mengikuti ekstrakulikuler jurnalistik ketika saya duduk di kelas XI semester 2 dan berhenti dari kesibukan luar sekolah ketika kelas XII untuk fokus dalam ujian. Saya suka menulis mulai dari MTs. Karya pertama saya adalah cerpen yang berjudul “Gara-gara Es Teh Dua Gelas”, meskipun saya telah lupa di mana letak teks yang pernah saya tulis tersebut setidaknya saya masih mengingat bagaimana alur ceritanya. Dalam satu semester itu saya menyumbang beberapa karya demi terbitnya Majalah Insani oleh MAN 01 Pati, diantaranya adalah cerpen yang berjudul “Brownies Terasi Lezat”, laporan utama yang berjudul “Buah Tangan Olimpiade Biologi Jawa Tengah” dan beberapa pertanyaan Teka Teki Silang bahasa Arab. Saya mengasah kemampuan menulis saya lewat menggoreskan setiap cerita saya dengan tinta di buku diary. Cara itu cukup membantu saya untuk mengumpulkan banyak diksi guna dijadikan bekal dalam menuliskan sebuah karya tulis. Saya juga menuliskan banyak puisi di dalam buku diary saya, namun masih belum enak di baca. Sampai sekarang saya masih tetap gemar menulis beberapa karya tulis seperti essay, artikel, cerpen, puisi dan lain-lain. Beberapa judul karya tulis yang pernah saya tulis adalah Debur Ombak, Ada, Jelmaan Suram, Asa yang Fana, Air menangis karena terabaikan, Implementasi Kecerdasan Kenabian menuju Insan Kamil Berwawasan Modern, Dendamku Romusa, Mimpi Sang Pujangga, Gejolak Penjara, Fina’s Birthday, Duka yang Terluka, Hitammu, Ketika Langkah Tak Merasa Lelah, Kodrat Cinta, Sendu, Tak Guna, Sandiwara Bangsawan Lancung, Langit dan Kami pun menangis dan lain-lain. Saya ingin mendapat julukan sebagai Sang Perajut Kata karena itu adalah mimpi saya, menjadi seorang penulis. Semua karya itu saya arsipkan di blog pribadi saya http://artnafiin.blogspot.com. Jika saya arsipkan di dalam memory card atau yang lain bisa saja filenya terformat ataupun hilang, namun jika di blog saya bisa membukanya sewaktu-waktu bahkan sampai nanti saya tua untuk mengenang dan memberi motivasi bagi anak cucu saya kelak. Beberapa dari karya tulis saya pernah saya ikut sertakan lomba dalam berbagai tingkatan, namun belum membuahkan hasil yang memuaskan. Tak apa, yang terpenting adalah saya masih tetap bersemangat menulis dan setidaknya saya berani mencoba sesuatu meskipun itu gagal. Karena saya yakin bahwa sebuah kegagalan lah yang mengantar saya menuju ke gerbang kesuksesan. Saya juga berhobbi melukis dan menggambar. Bahkan teman-teman saya selalu heran dengan saya yang tak pernah mempunyai buku kosong dan rapi, setiap sela kertas kosong selalu terdapat gambar di sana. Di MAN 01 Pati saya dijuluki sebagai anak kecil yang kreatif. Setiap benda yang biasanya dibuang selalu saya jadikan sesuatu yang bermanfaat, seperti nama saya Nafi’. Hehe J. Di kamar saya banyak sekali hiasan-hiasan buah karya tangan saya seperti figura berbentuk kucing dua dimensi yang terbuat dari bulu bunga kamboja dan serbuk kayu, korden yang terbuat dari kain flanel dan pita kain berbagai macam bentuk unik seperti boneka, daun, emoticon, buah dan lain-lain dan miniatur bunga yang terbuat dari sedotan bekas dan diselipkan di dahan kayu serut yang dicat hijau supaya warnanya lebih hidup. Saya juga pernah belajar menjahit dari ibu saya dan bibi saya seperti membuat rok, gaun, baju dan lain-lain. Saya pernah membantu bibi saya menata parcell pernikahan dengan berbagai bentuk dan lumayan saya mendapatkan uang saku dari kreatifitas tersebut.
Sang Perajut Kata Merajut Cinta
            Dalam hal cinta, pertama kali saya merasakannya ketika umur 14 tahun tepatnya ketika saya duduk di kelas X MA, sewajarnya pubertas lah. Cinta pertama saya bukanlah pacar pertama saya dan pacar pertama saya bukanlah cinta pertama saya. Cinta kedua adalah pacar kedua saya. Saya tidak menyebutkan namanya di sini karena mungkin ini tidak perlu dipublikasikan. Yang jelas sebelumnya saya hanya mengaguminya kemudian berbaur menjadi sebuah cerita percintaan. Yang membuat saya terkagum dengannya dan terkenang adalah dia yang tidak pernah berani menyentuh wanita yang ia cintai. Kami menjalin cinta suci dan hubungan kami membawa prestasi yang cemerlang. Namun ketika kelas XII kami berpisah karena saya akan fokus ke ujian. Tapi sekarang ia sudah mendapatkan pengganti saya yang mungkin jauh lebih baik dari saya. Rasa itu mungkin sudah hilang sekarang tetapi saya belum menemukan yang tepat setelah dia. Hanya rasa kagum terhadap seseorang, bukanlah rasa cinta yang saya rasakan.
Teruslah Tersenyum dalam Harap dan Do’a, Maka kan Kau Temukan Sejati dalam Dirimu
            Saya lulus dari MAN 01 Pati pada bulan Mei tahun 2013. Kemudian saya mendaftar kuliah dengan jalur SNMPTN di Universitas Negeri Sebelas Maret mengambil jurusan Kimia Murni dan Pendidikan Biologi, yang kedua di Universitas Negeri Semarang mengambil jurusan Biologi Murni dan Pendidikan Kimia. Namun saya belum beruntung dan belum diizinkan kuliah di sana. Sebelumnya cita-cita saya ingin kuliah di Institut Seni Indonesia mengambil jurusan Seni Rupa dan di Universitas Negeri Sebelas Maret mengambil jurusan Kriya Seni. Namun kalimat ini yang selalu saya ingat “Ridhollaahu birru ridhool waa lidaini”, ridho Allah tergantung pada ridho kedua orang tua. Orang tua saya tidak mengizinkan saya kuliah di bidang seni melainkan di bidang exact. Mungkin itu adalah jalan cerita saya. Saya belum di terima mendaftar kuliah di universitas-universitas favorit tersebut. Kemudian saya mendaftar kuliah dengan jalur SBMPTN pilihan pertama di Universitas Negeri Semarang mengambil jurusan Kimia Murni dan Pendidikan Matematika, pilihan kedua di Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang mengambil jurusan Tadris Kimia. Ternyata takdir saya diterima kuliah di Perguruan Tinggi Islam dengan mengambil jurusan Tadris Kima, yaitu di IAIN Walisongo Semarang. Mungkin keluarga saya menginginkan saya menuntut ilmu umum dan agama, maka dari itu do’a mereka dikabulkan dan sekarang saya menekuni kuliah di IAIN Walisongo Semarang sampai saat ini. Saya tinggal di Ma’had Walisongo yang diperuntukkan bagi mahasiswa baru IAIN Walisongo Semarang selama satu tahun. Dari sini saya mendapatkan sebuah pencerahan dari K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc. M.A.
Ilmu Adalah Pengantar Surga
            Saya belum puas jika hanya duduk di kelas mempelajari mata kuliah yang ada. Karena saya selalu ingat dengan kalimat yang diucapkan oleh kedua orang tua saya: “Carilah ilmu sebanyak mungkin nak selagi kami masih mampu untuk membiayai kalian, yang terpenting adalah pelajaran inti harus kamu tekuni. Yang lain hanya menjadi sampingan. Teruslah berusaha dan jangan patah semangat, do’a kami menyertai kalian.”. Subhaanallah. Betapa beruntungnya kami yang mempunyai orang tua seperti mereka yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi anak-anaknya dalam menuntut ilmu. Dari sanalah tonggak semangat hidup saya. Saya mengikuti beberapa Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus IAIN Walisongo Semarang, diantaranya adalah UKMF Bimbingan Ilmu Tilawah al-Qur’an (UKMF BITA), UKMI Teater Mimbar dan ikut andil berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMMAKI). Di sini saya masih mencari sebuah cara bagaimana kuliah inti saya tidak terbengkalai, Teater Mimbar tetap jalan karena segala yang dipelajari di dalamnya adalah hobi saya yaitu musik, melukis, sastra, tari dan lain-lain, kemudian UKM BITA bisa saya tekuni karena saya menganggap  yang dipelajari di dalamnya merupakan bekal nanti ketika saya hidup bermasyarakat seperti Tilawah, Rebana, Kaligrafi dan dziba’an, lalu berorganisasi di HIMMAKI dapat saya kembangkan. Namun saya masih tetap berpegang teguh pada prinsip saya yaitu “Semua memang terserah Tuhan, namun Dia mendahulukan jawaban bagi jiwa yang berupaya”. Jadi, asalkan saya mau berusaha, insyaAllah nanti hasilnya pun akan baik pula. Saya ingin menjadi seorang kimiawan muslim, seorang penulis, seorang pelukis, dan pecinta seni Islam. Namun cita-cita utama saya adalah menjadi Istri yang sholehah bagi suami saya kelak. Itu sudah mewakili semuanya termasuk membahagiakan kedua orang tua. J
KESAN-KESAN KULIAH PSI
Alhamdulillah. Mengikuti perkuliahan mata kuliah Pengantar Studi Islam bersama bapak M. Rikza Chamami, M.S.I memberi beberapa pencerahan bagi hidup saya. Saya menjadi lebih mengerti dan memahami Islam dalam beberapa konteks. Bukan Islam yang marah, melainkan Islam yang ramah. Di sini saya mempelajari bagaimana memaknai Islam pada era sekarang. Implementasi metode pembelajaran yang digunakan beliau pun menjadi sebuah motivasi bagi saya. Terutama saya memandang bahwa akan saya jadikan salah satu metode saya dalam mengajar nanti setelah lulus dari IAIN Walisongo. Menghidupkan suasana kelas yang tidak mempengaruhi konsentrasi dalam memahami apa yang diajarkan. Pengantar Studi Islam membekalkan kami pengetahuan tentang Islam secara komprehensif. Fungsinya untuk menjadikan kami sarjana muslim yang cakap dalam hal akademik dan interaktif terhadap masyarakat dengan wawasan Islam yang kami miliki. Kata-kata beliau yang masih teringat dalam benak saya yaitu “Guru spiritual saya adalah realitas, sedangkan guru realitas saya adalah spiritualitas”. Terimakasih pak Rikza atas ilmu yang engkau tuturkan pada kami.

ILMU YANG SAYA DAPATKAN DAN HARAPAN SAYA DARI KULIAH PSI
            Saya menjadi lebih paham tentang Islam daripada sebelumnya dan saya mendapatkan banyak sekali motivasi-motivasi dari pak Rikza. Saya juga merekam banyak diksi baru dari setiap kata yang disampaikan oleh beliau. Ilmu-ilmu baru selain ilmu tentang Islam pun saya dapatkan dari mengikuti kuliah Pengantar Studi Islam. Saya berharap ilmu-ilmu yang saya dapatkan dari sini tidak hilang begitu saja dan terbuang tanpa makna. Saya ingin membuktikan kepada orang tua saya bahwa saya bisa menjadi anak seperti do’a mereka dalam makna yang tersirat dalam nama yang mereka berikan kepada saya Nafi’ Inayana Zaharo yaitu bunga yang memberikan petunjuk yang bermanfaat bagi kami, yang saya mengerti seperti itu. Dengan cara saya mengamalkan ilmu-ilmu yang saya dapatkan selama hidup saya, setidaknya sedikit makna do’a dari nama saya telah terbukti dimaqbulkan oleh Allah SWT. Aaamiin. Terimakasih ya Allah, terima kasih ayah ibu dan terimakasih juga pak Rikza. J

No comments:

 
Blogger Templates