Sejarah singkat tentang
Pujangga Baru
Pada mulanya, Pujangga baru
adalah nama majalah sastra dan kebudayaan yang terbit antara tahun 1933 sampai
dengan adanya pelarangan oleh pemerintah Jepang setelah tentara Jepang berkuasa
di Indonesia.
Adapun pengasuhnya antara
lain Sultan Takdir Alisjahbana, Armein Pane , Amir Hamzah dan Sanusi Pane. Jadi
Pujangga Baru bukanlah suatu konsepsi ataupun aliran. Namun demikian,
orang-orang atau para pengarang yang hasil karyanya pernah dimuat dalam majalah
itu, dinilai memiliki bobot dan cita-cita kesenian yang baru dan mengarah
kedepan.
Barangkali, hanya untuk
memudahkan ingatan adanya angkatan baru itulah maka dipakai istilah Angkatan
Pujangga Baru, yang tak lain adalah orang-orang yang tulisan-tulisannya pernah dimuat
didalam majalah tersebut. Adapun majalah itu, diterbitkan oleh Pustaka Rakyat,
Suatu badan yang memang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah kesenian.
Tetapi seperti telah disinggung diatas, pada zaman pendudukan Jepang majalah
Pujangga Baru ini dilarang oleh pemerintah Jepang dengan alasan karena
kebarat-baratan.
Namun setelah Indonesia
merdeka, majalah ini diterbitkan lagi (hidup 1948 s/d 1953), dengan pemimpin
Redaksi Sutan Takdir Alisjahbana dan beberapa tokohtokoh angkatan 45 seperti
Asrul Sani, Rivai Apin dan S. Rukiah.
Mengingat masa hidup
Pujangga Baru ( I ) itu antara tahun 1933 sampai dengan zaman Jepang , maka
diperkirakan para penyumbang karangan itu paling tidak kelahiran tahun 1915-an
dan sebelumnya. Dengan demikian, boleh dikatan generasi Pujangga Baru adalah
generasi lama. Sedangkan angkatan 45 yang kemudian menyusulnya, merupakan
angkatan baru yang jauh lebih bebas dalam mengekspresikan gagasan-gagasan dan
kata hatinya.
Pujangga Baru
Sutan Takdir Alisjahbana pelopor Pujangga Baru
Pujangga Baru muncul
sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap
karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang
menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru
adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.
Pada masa itu, terbit pula
majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai
Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana. Karyanya Layar Terkembang, menjadi salah satu
novel yang sering diulas oleh para kritikus sastra Indonesia. Selain Layar
Terkembang, pada periode ini novel Tenggelamnya Kapal van der Wijck dan Kalau
Tak Untung menjadi karya penting sebelum perang.
Masa ini ada dua kelompok
sastrawan Pujangga baru yaitu :
- Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
- Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.
Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
|
No comments:
Post a Comment