Social Icons

Pages

Sunday, 6 July 2014

STUDI ISLAM DALAM KONTEKS POLITIK AGAMA



STUDI ISLAM DALAM KONTEKS POLITIK AGAMA

Agama Islam merupakan agama yang diyakini oleh mayoritas masyarakat di penjuru dunia, dari bujur timur sampai bujur barat, bahkan lintang selatan sampai lintang utara. Oleh karena itu, cara mereka memahami Islam pun berbeda-beda. Tidak aneh jika Islam pecah menjadi beberapa paham seperti Syiah, Khawarij, Nahdlatul Ulama’(Ahlussunnah Wal Jama’ah), Wahabi dan sebagainya. Mereka memahami Islam dari berbagai sudut pandang dan berbagai pendekatan seperti pendekatan normatif, historis, semantik, filologi dan hermeneutika. Dari pendekatan-pendekatan tersebut mereka merasa paham mereka adalah paham yang paling benar dari paham-paham Islam yang lain. Namun tak seharusnya paham lain yang tidak mereka anut dianggap salah karena mereka memandang Islam dari sudut yang berbeda. Juga tidak bisa dikatakan semua paham itu benar, hanya Allah SWT yang mengetahui kebenarannya.
Agama dan negara merupakan suatu komponen yang tidak bisa dipisahkan, apalagi dielakkan dalam kehidupan bernegara. Jika kita kaitkan dengan isu-isu kontemporer yang sedang dalam puncak kehangatannya ini, yaitu pemilihan umum presiden dan wakil presiden pada hari rabu, 9 Juli 2014 banyak sekali kampanye-kampanye yang mengkait-kaitkan akan agama yang dianut oleh kedua calon. Dalam hal ini terdapat persaingan yang sungguh ketat, maklum saja jika isu positif dan negatif marak di media massa. Ada pihak yang berpropaganda mengedarkan isu positif sesuai dengan keadaan calon maupun melebih-lebihkannya, ada juga pihak yang sengaja memberikan info negatif tentang lawan calon untuk menjatuhkannya. Namun, kita sebagai orang awam tidak pernah tahu manakah pernyataan yang benar. Kita sebagai warga negara Indonesia yang patuh dan pemeluk agama Islam yang taat selayaknya kita dapat memilih calon pemimpin kita yang benar-benar nasionalisme dan dapat memimpin negaranya dengan adil sesuai dengan yang diajarkan dalam Islam.
Menurut informasi yang penulis gali dari berbagai sumber, terutama dari beberapa media massa seringkali membahas kampanye yang mempermasalahkan agama. Pasangan nomor urut satu misalnya, beliau merupakan anak dari pasangan suami istri Prof. Dr. Sumitro Joyo Hadi Kusumo dan Dora Marie Sigar yang diduga ibunya adalah seorang Kristen Protestan. Bagi yang memandang isu tersebut dengan pendekatan semantik pastinya mereka memahami bahasa yang digunakan memiliki dua arti, apakah calon tersebut Islamnya taat ataukah tidak karena beliau adalah keturunan nonmuslim. Dengan pendekatan historis yaitu menurut asal usul beliau yang merupakan keturunan dekat dari seorang nonmuslim kita bisa berargumen bahwa beliau bukanlah seorang Muslim yang taat. Namun bisa saja calon tersebut tidak menapaki jejak sang ibu melainkan melangkah mengikuti jejak sang ayah yang hidup sebagai seorang Muslim jika yang memandangnya menggunakan pendekatan Filologi, mungkin saja ada pihak yang merubah info tersebut. Wallaahu a’lam.
Lalu bagaimana dengan kedok agama pasangan nomor urut 2?. Dari salah satu info yang penulis terima menerangkan bahwa beliau merupakan keturunan dari antek Cina Singapura yang bernama Oey Hong Liong yang dinyatakan sebagai antek Cina kafir. Apakah hal tersebut merupakan suatu fakta ataukah fitnah?. Kita diajarkan untuk bersaing dengan sehat dan tidak berambisi untuk menjatuhkan lawan. Padahal yang penulis ketahui saat ini tentang biodata beliau yang merupakan putra dari pasangan Noto Mihardjo dan Sujiatmi Notomiharjo yang keduanya adalah penduduk asli Jawa Tengah (Wikipedia, 2014). Tidak ada unsur kecinaan dalam keluarga mereka. Seperti halnya di atas, orang yang memandang beliau sebagai keturunan dari antek Cina kafir mungkin mereka hanya membaca satu sumber dari puluhan isu yang beredar di masyarakat. Ada juga isu yang menyebutkan bahwa nama Jokowi merupakan pergeseran kata dan makna dari Cho Kho Wie yang merupakan nama Cina. Info ini memperkuat pandangan masyarakat tentang beliau yang diduga keturunan antek Cina. Mereka mungkin menafsiri nama tersebut menggunakan pendekatan hermeneutika yang juga digunakan dalam studi Islam. Bagaimana dengan title H (haji) yang menempel pada nama masing-masing calon?. Itu dapat dijadikan sebagai catatan kita dalam memandang keshahihan agama mereka.
Selain calon presiden yang diharapkan baik dalam memimpin negaranya, kita juga harus memperhatikan siapa yang mendampinginya. Seyogyanya jika kita memilih seorang pemimpin negara haruslah yang dapat mengatur negaranya dengan baik menuju sebuah negara yang berdaulat, maju dan tentram. Memilih pemimpin negara yang toleran, pluralis, egalitarian, musyawarah dan menjunjung tinggi norma-norma yang telah ditegakkan dalam negara ini perlu ditanamkan pada setiap warga negara Indonesia, karena hanya merekalah yang menentukan baik tidaknya kepemimpinan negaranya kelak. Kriteria pemimpin negara yang penulis harapkan cukuplah sederhana namun mengandung amanah yang sungguh luar biasa yaitu Presiden yang dapat mengatur negaranya, pendampingnya dapat mengatur agama dalam negaranya. Kita sebagai warga negara Indonesia yang patuh dan pemeluk agama Islam yang taat harus dapat mewujudkan cita-cita bangsa melalui perantara pemimpin kita. Jadi, satu suara menentukan keadaan negara dan agama kita selama 5 tahun ke depan.

No comments:

 
Blogger Templates