SIMBOL BERHARGA UNTUKMU, SELEN
Suara itu masih bergemuruh menggerayangi
gendang telingaku. Sejenak ku terpaku dalam keheningan senja yang membeku dan
terbesit dalam benakku sosok benalu hati yang masih marajai kalbu ini. Oh,
cinta. Tahukah?, mengapa hubungan ini selalu saja ku sebut sebagai ikatan
kovalen?. Iya, tentu kau pun bertanya-tanya tentang hal ini. Tersenyumlah!, aku
akan menjelaskannya. Sebuah hubungan antara dua insan yang saling membubuhkan
hati dengan satu tujuan tuk menuju kestabilan hidup, itulah yang ku maksud. Dua
insan itu sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan, bukan?. Tentu. Ikatan
mereka yang kan melengkapi celah-celah tersebut. Begitupun diriku, dirinya yang
kan melengkapi celah-celah dalam diriku, anganku.
Jutaan
butir kesejukan ritme hujan benar-benar telah menghidupkan malam ini, walau
terkadang banyak jiwa yang mengharapkan ribuan bintang mengintip bumi ketika
gulita datang. Namun benak ini tetap setia memandang gagahnya prajurit-prajurit
dari langit yang jatuh perlahan ke belahan bumi, karena merekalah yang masih
setia menyimpan seribu memoriku bersamanya, bersama kekasihku. Ketika diriku
telah hanyut akan indahnya suasana hujan malam itu, tiba-tiba terdengar sayup-sayup
suara yang membuat daku penasaran tuk mencari sumbernya. Suara itu pelan dan
stabil, namun sepertinya tertahan. Ku dengar suara itu semakin mengeras ketika
daun telingaku mendekat dengan alas kepala yang sering kita sebut ‘bantal’ dan
terdengar:
“Kriiiiiiinnggggggggg...
kriiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnngggggggg...”.
Ku
buka bantal itu yang menutupi suara handphoneku, tertera serangkaian kalimat
sederhana yang membuatku bergetar dan tersenyum membacanya, “1 pesan dari
Neon”. Sungguh aneh bukan?. Iya, sebenarnya namanya adalah Nino, namun aku
lebih suka menyebutnya Neon karena ia selalu memberi pencerahan bagi diriku.
Yang membuatku terkejut ketika itu adalah saat membaca isi dari pesan tersebut.
Tersurat di dalamnya: “Selen, maafkan aku tak bisa meneruskan hubungan ini.
Jika kau ingin tahu apa sebabnya, temui aku di bangku kesetimbangan di taman Titrasi
besok pukul 6 pagi”. Namaku Selena, dia sering memanggilku Selen yang merupakan
unsur gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
“Apaaa?”.
Teriakku.
Hati
siapa yang tak retak jika kekasih tiba-tiba memutus ikatan yang sedang
puncaknya dalam kehangatan cinta?. Butir-butir mutiara suci pun seketika
menetes mengikuti lekuk pipiku. Daku pun penasaran mengapa ia berkata demikian,
padahal sebelumnya tak pernah seperti itu. Aku mengikuti alur yang ia susun.
Seperti
yang Neon inginkan, pukul 6 pagi yang notabene sang mentari mulai mengintip
indahnya dunia aku telah berada di tempat yang ia pilih. Ke kanan ke kiri
kepalaku menoleh tak ada seorangpun di sana, hanya secarik kertas yang ku
temukan di atas bangku kesetimbangan. Di dalam kertas itu tertuliskan “Iodin”
dan di bawahnya “Pohon di belakang bangku”. Apa artinya?, aku pun tak mengerti
makna apa yang tersirat dalam kalimat itu. Sepertinya itu adalah kode yang Neon
berikan. Aku melihat ada satu pohon yang tertanam di belakang bangku
kesetimbangan dan aku pun menghampirinya. Ternyata sama, ada secarik kertas di
sana yang bertuliskan “Amerisium” dan di bawahnya “Rerumpunan bunga mawar”. Aku
mulai mengerti skenario yang ia susun. Selembar kertas yang tersemat di antara
dedurian bunga mawar itu bertuliskan “Neon” yang di bawahnya tertera kata
“Sangkar”. Sangkar?, aku tak menemukannya. Tidak mungkin, pasti ada di sekitar
taman ini. Aku pun mengelilingi taman Titrasi hingga menemukan satu sangkar
burung Beo di dekat air mancur. Aku menemukan selembar kertas di atas tumpukan
makanan burung dalam sangkar tersebut dan tertuliskan “Argon” dan keterangan di
bawahnya “Mozaik”. Tak ada mozaik dalam taman ini, hanya permainan puzzle yang
aku temukan di tengah padang rumput. Apa ini yang ia maksud?, mungkin saja
benar pikirku. Tetapi dari kejauhan terlihat ada seseorang di sana yang
mengenakan jubah biru muda dan bertopi yang hampir menutupi seluruh wajahnya.
“Aku
takut menghampirinya”. Pikirku dalam hati.
Aku
memberanikan diri tuk mendekati orang tersebut. Dalam jarak sekitar lima
langkah ku terhadapnya tiba-tiba ia mengulurkan tangannya yang memegang
selembar kertas. Ia berkata: “Mungkin ini yang kau cari, bukan?”.
Seketika ku menghentikan langkah kakiku dan
sejenak melotot ke arah lelaki tersebut. Aku mengambil secarik kertas itu dari
uluran tangannya dan membacanya. “Uranium”. Hanya kata itu yang aku temukan.
Namun apa makna dari kata-kata yang ku temukan dari kertas-kertas itu?, itu
semua nama unsur yang terdapat dalam Susunan Berkala Unsur. Lelaki itu membuka jubahnya
dan berkata padaku:
“Selen”.
“Neon, apa maksudmu dengan kata-kata ini?, dan
mengapa kau inginkan putus dariku?”. Tanyaku pada Neon.
“Selen, sebelum aku menjelaskannya, aku ingin
kau menyusun mozaik ini terlebih dahulu”. Kata Neon. Iya, aku mengikuti alur
skenarionya. Aku menyusun potongan-potongan mozaik tersebut. Satu hal yang
benar-benar membuatku terharu melihatnya, mozaik yang aku susun membentuk
tulisan “I LOVE YOU SELEN”.
“Jangan berkomentar Selen, kau pasti akan
bertanya tentang nama-nama unsur itu kan?. Sebelum kau menanyakan tentang hal
itu aku akan menjelaskannya terlebih dahulu”. Ucap Neon.
“Sebelumnya, apa kau mengerti mengapa aku
memilih unsur-unsur itu sebagai pengotor kertas putih itu?”. Tambah Neon.
“Aku tak mengerti Neon”. Ujarku.
“Selen, apa kau teliti memperhatikan dalam
memaknai tiap kata itu?. Engkau mahasiswa kimia, apakah tak terpikirkan dalam
benakmu tuk menuliskan simbol dari unsur-unsur tersebut?”. Ucapnya.
“Sekali lagi aku tak mengerti Neon”. Tambahku
mengulang kalimat yang telah ku ucapkan.
“Aku akan menjelaskannya. Iodin mempunyai
simbol I, Amerisium bersimbol Am, Neon adalah Ne, Argon bersimbol Ar dan
Uranium adalah kepanjangan dari U. Apa kau mau membantuku tuk menyusunnya?”.
Ujar Neon.
“I Am Ne Ar U”. Ejaku.
“Jika kau menambahkan spasi setelah I dan Ar
dan kita mengejanya dengan ejaan bahasa Inggris, bagaimana Selen?”. Ucapnya.
“I am near you Neon”. Aku tak menyangka akan
menemukan kalimat itu. Neon benar-benar memberikan kejutan padaku. Namun satu
hal yang masih belum ku mengerti, mengapa ia meminta putus denganku. Ketika ku
ingin menanyakan hal itu ia memotong kataku.
“Jangan bertanya dulu Selen, aku tahu apa yang
ingin kau lontarkan. Kau pasti ingin bertanya mengapa aku inginkan putus
denganmu, bukan?”. Ujarnya. Aku hanya menganggukkan kepalaku menunggu ia
menjawab tanyaku.
“Maafkan aku Selen, sebaiknya kita akhiri
hubungan pacaran kita sampai di sini dan mengubahnya menjadi hubungan yang
diridhoi Allah. Sebentar lagi kita lulus dan aku tak ingin zina perasaan ini
tetap berlanjut menyusun dosa yang lebih besar lagi.” Ujar Neon.
“Maksudmu?”. Aku masih penasaran dengan yang
dikatakan Neon.
“Will you marry me?. Selen, kita butuh
indikator tuk menunjukkan kapan kita harus berada dalam titik ekuivalen dan
berhenti sebelum melebihi kadarnya. Sedangkan impian kita adalah kesetimbangan,
maka dari itu aku ingin kau menemuiku di sini”. Ujar Neon.
“Neon, sekarang aku mengerti apa maksudmu.
Kita tak seharusnya terus berada dalam zona zina perasaan, setelah kita mampu
melaksanakan kewajiban sebagai insan, mengapa kita tak menghalalkannya?. Tapi
jika kita belum mampu, kita tak boleh elak dari tanggung jawab yaitu belajar”.
Ucapku.
“Benar Selen, lalu bagaimana?”. Ujarnya.
“Aku siap Neon karena setidaknya kita telah
mampu mencapai titik ekuivalen dalam titrasi”. Jawabku tersenyum.
No comments:
Post a Comment