GORESAN TINTA SANG PERAJUT KATA
Nama
saya adalah Nafi’ Inayana Zaharo. Saya akrab dipanggil Iin oleh keluarga saya
dan teman-teman waktu kecil saya. Namun, semenjak saya duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama mayoritas teman-teman saya memanggil saya Nafi’. Saya
dilahirkan oleh malaikat tanpa sayap saya yang biasa saya panggil “Mama” di
desa kecil yang terkenal dengan nama desa Pesagi, kecamatan Kayen, kabupaten
Pati pada tanggal 24 Juli tahun 1996. Saya mempunyai ciri khas bergigi kelinci,
bermata sayu, beralis tipis, berhidung tidak mancung dan berambut ikal. Mas’ud,
nama ayah saya yang senantiasa telah menghidupi saya dan merelakan tenaga serta
waktunya menjadi seorang pejuang devisa negara demi kesuksesan saya mulai dari
pertama melihat dan berkenalan dengan indahnya dunia ini sampai sekarang saya
yang masih mencoba mencari cara bagaimana menaklukkan dunia. Sun’ah, nama ibu
saya yang senantiasa tulus merawat dan mengerahkan semua keringat darah beliau
bagi saya, bagi ketentraman hidup saya.
Si Kecil bukan Hanya Bisa Merangkak
Ketika
usia saya baru menginjak 4 tahun, saya merengek meminta sekolah di TK yang
berada di daerah kecamatan Kayen. Ketika itu saya sangat bersemangat untuk
memulai menuntut ilmu melalui perantara sekolah. Lucunya, saat itu saya pernah
berlaku konyol menyusul paman saya yang baru menginjak kelas 6 SD ke sekolahnya
dan duduk di depan gerbang sekolah paman saya dengan hanya mengenakan rok
selutut beserta kaos dalam. Ada salah satu guru di sekolah tersebut bertanya
pada saya: “Lho, nak. Mau apa di sini?”. Dengan ringan dan polos saya menjawab
pertanyaan dari beliau bahwa saya ingin sekolah dengan paman saya. Karena saat
itu adalah pertengahan semester, ibu saya mendaftarkan saya di Madrasah
Ibtidaiyah Raudlatul Muta’allimin Pesagi pada semester berikutnya yang merupakan
pembukaan semester awal peserta didik baru tahun 2001. Jadi saya langsung
meloncat di Madrasah Ibtidaiyyah tanpa melewati Play Group/PAUD/TK/RA .Saya
masuk di MI ketika berumur 5 tahun, bisa dikatakan terlalu muda bagi peserta
didik yang menduduki kelas satu MI. Ketika umur itu juga ibu saya dianugerahi
Allah SWT seorang anak perempuan yang diberi nama Wahyu Shintani. Kebetulan ibu
saya mengajar kelas dua di MI tersebut. Sebelum saya menduduki bangku sekolah,
ibu saya selalu mengajari saya bagaimana cara membaca, menulis dan cara
menghormati orang lain. Menurut cerita dari ibu saya, ketika saya berusia 4
tahun saya sudah bisa membaca al-Qur’an meskipun belum bisa fashih dalam
membacanya. Ibu saya pernah memberi saran kepada wali kelas saya saat itu bahwa
saya sebaiknya jangan dinaikkan ke kelas dua terlebih dahulu, karena usia saya yang
masih terlalu muda untuk menjalani hal itu. Takutnya jika saya belum bisa
beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan tidak mampu mengikuti mata pelajaran
yang diajarkan karena memori otak saya belum mampu mencerna pelajaran sebaik
teman-teman saya yang umurnya tepat menduduki angkatan saya sejak itu. Namun
wali kelas saya berkata lain bahwa saya harus dinaikkan ke kelas selanjutnya
karena saya sudah mampu mengikuti segala mata pelajaran yang diajarkan seperti
membaca, menulis dan lain-lain. Bahkan saya pada saat itu mampu meraih
peringkat satu di dalam kelas. Begitu pula seterusnya sampai saya lulus MI pun
tidak terlepas dari gelar peraih peringkat tiga besar dalam raport sekolah
saya.
As-Syifa’ itu Pasti
Setelah
saya menyelesaikan sekolah di MI Raudlatul Muta’allimin Pesagi pada tahun 2007,
saya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yakni di MTs Walisongo
Kayen yang mulai aktif sekolah pada tanggal 12 Juli 2007. Saya dikenal sebagai
anak yang pendiam. Waktu kelas VII MTs saya pernah menderita penyakit typhus.
Sebelumnya, ibu saya mengetahui bahwa saya hanya menderita penyakit demam
biasa. Ibu membawa saya ke bidan
terdekat di daerah saya untuk memeriksakan dan mengobati saya. Bu bidan memberi
saya beberapa tablet obat dengan jenis yang berbeda. Ketika itu usiaku masih
tergolong anak-anak yakni umur 11 tahun. Dosis yang diberikan oleh bu bidan
jika ditotal, sehari saya mengkonsumsi obat sebanyak 18 butir, terlalu banyak
bagi anak usia 11 tahun. Ketika saya baru menghabiskan setengah dari kumpulan
obat tersebut, saya merasa aneh dengan diri saya. Leher saya seperti ada yang
menarik ke belakang dan mata saya tidak bisa ditutup. Seketika saya berkata
kepada ibu saya tentang penyakit yang saya alami dengan kondisi seperti itu. Tanpa
menunggu lama ibu saya langsung membawa saya ke rumah sakit terdekat dan saya
langsung masuk UGD ketika itu. Setengah sadar saya merasakan ada sesuatu yang
dimasukkan dalam hidung saya, ternyata selang oksigen untuk membantu pernapasan
saya. Dokter berkata pada keluarga saya bahwa saya overdosis obat. Ketika itu
juga dokter memberi saya satu butir obat kecil kemudian saya meminumnya. Entah
itu obat penenang atau apa yang jelas setelah minum obat tersebut saya sudah
tidak sadarkan diri dan saat saya membuka mata saya sudah berada diatas bangsal
ruang rawat di rumah sakit tersebut. Setelah diambil sample darah saya dan
dideteksi penyakit apa yang saya derita, akhirnya saya divonis menderita
penyakit typhus. Saya dirawat di rumah sakit selama 4 hari dan setelah
itu saya tarak atau berhenti mengkonsumsi pantangan-pantangan yang menyebabkan
berkembangnya penyakit tersebut selama kurang lebih satu tahun. Dengan izin
Allah SWT sampai sekarang saya tidak pernah merasakan penyakit itu kembali
merajai tubuh saya. Alhamdulillah.
Islam Mengajarkan Keajaiban Goresan Tinta
Dalam
sejarah perjuangan saya di medan perang dalam melawan kebodohan ketika MTs, bisa
dikatakan ada kenaikan yang drastis pada prestasi saya. Ketika kelas VII dan
VIII saya tidak pernah tercantum dalam barisan siswa peraih peringkat sepuluh
besar. Namun ketika kelas IX semester satu prestasi saya naik menjadi peringkat
enam di kelas dan semester dua saya menjadi bintang kelas yang meraih peringkat
satu pada masa itu. Dan ketika ujian nasional MTs saya mendapatkan nilai
tertinggi ke tiga di sekolah saya. Mungkin hanya sebuah hal biasa bagi mereka
yang lebih dari saya, setidaknya saya mampu menyiratkan dan menyuratkan upaya
saya dalam menuntut ilmu di dalam cerita saya dan mampu membuat orang tua saya
tersenyum melihat semangat belajar saya yang semakin berkobar. Sedikit cerita,
ketika awal semester kelas IX MTs sekolah saya mengadakan class meeting bagi
semua siswa MTs Walisongo. Kelas saya pun mencari delegasi untuk ikut serta
dalam lomba-lomba yang diadakan pada saat class meeting. Saya sempat
berkata rendah, saya bisa apa?. Namun saya sadar kata-kata itu salah. Salah
satu teman saya menunjuk saya untuk mengikuti lomba kaligrafi. Saya terkejut,
apa saya bisa?. Saya tidak pernah belajar dan menulis kaligrafi tapi saya
dituntut untuk melakukan hal itu. Karena itu sebuah amanat saya terima dan harus
melakukan hal itu. Ketika hari lomba, saya tidak ada persiapan sama sekali
seperti membawa kertas dan alat tulis, saya juga belum mempelajari ilmunya.
Datang ke tempat perlombaan pun telat. Yang membuat saya terkejut adalah ketika
pengumuman pemenang lomba yang diumumkan pada saat upacara rutin hari Senin
ketika itu, nama saya dipanggil sebagai pemenang pertama cabang lomba
kaligrafi. Mulai sejak itu, saya menemukan salah satu bakat saya di bidang
kaligrafi dan sekarang saya menekuninya. Saya juga pernah mengikuti lomba
kaligrafi tingkat kabupaten yang mewakili sekolah saya, namun Allah belum
mengizinkan saya untuk menyandang gelar juara. Semua itu adalah hasil jerih
payah saya yang tak pernah lelah mengayuh sepeda onthel demi mencari ilmu di
sekolah meskipun teman-teman saya gengsi mengendarai kendaraan seperti saya.
Seperti kata-kata yang sering dilontarkan anak muda zaman sekarang “Aku yo
cuek”.
Seni itu Indah, Seni itu Berkah
Kelulusan
ujian nasional MTs pada tahun 2010 membawakan nilai yang cukup membanggakan.
Saya melanjutkan sekolah saya di MAN 01 Pati pada tanggal 12 Juli 2010. Mulai
sejak itu saya dilatih untuk hidup mandiri oleh orang tua saya. Saya tinggal di
kost milik guru saya di MAN 01 Pati. Saya beruntung berada di sana, walaupun
itu sebuah kost namun banyak sekali pelajaran dan pengalaman yang saya alami.
Di sana bukanlah kost yang bebas, bapak dan ibu kost keduanya guru saya di MAN
01 Pati. Setiap maghrib, shubuh dan isya’ diwajibkan untuk jama’ah sholat di
masjid, sedangkan dhuhur diwajibkan jama’ah sholat di masjid oleh sekolah.
Selesai sholat harus membaca al-Qur’an di masjid, jika kami melanggar kami akan
mendapat hukuman. Setiap hari Rabu ada evaluasi dan pembelajaran makharijul
huruf dan mauidzatul khasanah singkat oleh guru yang diambil dari luar. Setiap
malam hari Jum’at ada agenda rutin dziba’an yang diisi oleh anak kost. Setiap
malam kami belajar bersama dan terkadang minta tutor dari bapak kost saya yang
menjabat menjadi guru matematika, pak Qodri namanya. Kami tidak diperbolehkan
keluar malam kecuali untuk belajar di rumah guru saya, itupun rumahnya yang
berada disekitar kost saya. Ketika kelas X saya mengikuti ekstrakulikuler
pramuka yang diwajibkan oleh sekolah dan seni tari tradisional. Setiap
akhirussanah saya dan teman-teman saya dipentaskan menarikan beberapa tarian
tradisional antara lain tarian Goyang-goyang, tarian Robyong, tarian Soyong, dan
tarian Mayong. Kelas X saya mendapatkan peringkat ke 3 di dalam kelas, kelas XI
menduduki peringkat ke 4, dan kelas XII saya menduduki peringkat ke 2 di kelas.
Ketika ujian nasional saya mendapatkan nilai terbaik se prodi IPA.
Alhamdulillah.
Secercah Harapku pada Pena
Saya
mengikuti ekstrakulikuler jurnalistik ketika saya duduk di kelas XI semester 2
dan berhenti dari kesibukan luar sekolah ketika kelas XII untuk fokus dalam
ujian. Saya suka menulis mulai dari MTs. Karya pertama saya adalah cerpen yang
berjudul “Gara-gara Es Teh Dua Gelas”, meskipun saya telah lupa di mana letak
teks yang pernah saya tulis tersebut setidaknya saya masih mengingat bagaimana alur
ceritanya. Dalam satu semester itu saya menyumbang beberapa karya demi
terbitnya Majalah Insani oleh MAN 01 Pati, diantaranya adalah cerpen yang
berjudul “Brownies Terasi Lezat”, laporan utama yang berjudul “Buah Tangan
Olimpiade Biologi Jawa Tengah” dan beberapa pertanyaan Teka Teki Silang bahasa
Arab. Saya mengasah kemampuan menulis saya lewat menggoreskan setiap cerita
saya dengan tinta di buku diary. Cara itu cukup membantu saya untuk
mengumpulkan banyak diksi guna dijadikan bekal dalam menuliskan sebuah karya
tulis. Saya juga menuliskan banyak puisi di dalam buku diary saya, namun masih
belum enak di baca. Sampai sekarang saya masih tetap gemar menulis beberapa
karya tulis seperti essay, artikel, cerpen, puisi dan lain-lain. Beberapa judul
karya tulis yang pernah saya tulis adalah Debur Ombak, Ada, Jelmaan Suram, Asa
yang Fana, Air menangis karena terabaikan, Implementasi Kecerdasan Kenabian
menuju Insan Kamil Berwawasan Modern, Dendamku Romusa, Mimpi Sang Pujangga,
Gejolak Penjara, Fina’s Birthday, Duka yang Terluka, Hitammu, Ketika Langkah
Tak Merasa Lelah, Kodrat Cinta, Sendu, Tak Guna, Sandiwara Bangsawan Lancung,
Langit dan Kami pun menangis dan lain-lain. Saya ingin mendapat julukan sebagai
Sang Perajut Kata karena itu adalah mimpi saya, menjadi seorang penulis. Semua
karya itu saya arsipkan di blog pribadi saya http://artnafiin.blogspot.com.
Jika saya arsipkan di dalam memory card atau yang lain bisa saja filenya
terformat ataupun hilang, namun jika di blog saya bisa membukanya sewaktu-waktu
bahkan sampai nanti saya tua untuk mengenang dan memberi motivasi bagi anak
cucu saya kelak. Beberapa dari karya tulis saya pernah saya ikut sertakan lomba
dalam berbagai tingkatan, namun belum membuahkan hasil yang memuaskan. Tak apa,
yang terpenting adalah saya masih tetap bersemangat menulis dan setidaknya saya
berani mencoba sesuatu meskipun itu gagal. Karena saya yakin bahwa sebuah
kegagalan lah yang mengantar saya menuju ke gerbang kesuksesan. Saya juga
berhobbi melukis dan menggambar. Bahkan teman-teman saya selalu heran dengan
saya yang tak pernah mempunyai buku kosong dan rapi, setiap sela kertas kosong
selalu terdapat gambar di sana. Di MAN 01 Pati saya dijuluki sebagai anak kecil
yang kreatif. Setiap benda yang biasanya dibuang selalu saya jadikan sesuatu
yang bermanfaat, seperti nama saya Nafi’. Hehe J. Di kamar saya banyak sekali hiasan-hiasan buah karya tangan saya seperti
figura berbentuk kucing dua dimensi yang terbuat dari bulu bunga kamboja dan
serbuk kayu, korden yang terbuat dari kain flanel dan pita kain berbagai macam
bentuk unik seperti boneka, daun, emoticon, buah dan lain-lain dan miniatur
bunga yang terbuat dari sedotan bekas dan diselipkan di dahan kayu serut yang
dicat hijau supaya warnanya lebih hidup. Saya juga pernah belajar menjahit dari
ibu saya dan bibi saya seperti membuat rok, gaun, baju dan lain-lain. Saya
pernah membantu bibi saya menata parcell pernikahan dengan berbagai bentuk dan
lumayan saya mendapatkan uang saku dari kreatifitas tersebut.
Sang Perajut Kata Merajut Cinta
Dalam
hal cinta, pertama kali saya merasakannya ketika umur 14 tahun tepatnya ketika
saya duduk di kelas X MA, sewajarnya pubertas lah. Cinta pertama saya bukanlah
pacar pertama saya dan pacar pertama saya bukanlah cinta pertama saya. Cinta
kedua adalah pacar kedua saya. Saya tidak menyebutkan namanya di sini karena
mungkin ini tidak perlu dipublikasikan. Yang jelas sebelumnya saya hanya
mengaguminya kemudian berbaur menjadi sebuah cerita percintaan. Yang membuat
saya terkagum dengannya dan terkenang adalah dia yang tidak pernah berani
menyentuh wanita yang ia cintai. Kami menjalin cinta suci dan hubungan kami
membawa prestasi yang cemerlang. Namun ketika kelas XII kami berpisah karena
saya akan fokus ke ujian. Tapi sekarang ia sudah mendapatkan pengganti saya
yang mungkin jauh lebih baik dari saya. Rasa itu mungkin sudah hilang sekarang
tetapi saya belum menemukan yang tepat setelah dia. Hanya rasa kagum terhadap
seseorang, bukanlah rasa cinta yang saya rasakan.
Teruslah Tersenyum dalam Harap dan Do’a, Maka kan
Kau Temukan Sejati dalam Dirimu
Saya
lulus dari MAN 01 Pati pada bulan Mei tahun 2013. Kemudian saya mendaftar
kuliah dengan jalur SNMPTN di Universitas Negeri Sebelas Maret mengambil
jurusan Kimia Murni dan Pendidikan Biologi, yang kedua di Universitas Negeri
Semarang mengambil jurusan Biologi Murni dan Pendidikan Kimia. Namun saya belum
beruntung dan belum diizinkan kuliah di sana. Sebelumnya cita-cita saya ingin
kuliah di Institut Seni Indonesia mengambil jurusan Seni Rupa dan di
Universitas Negeri Sebelas Maret mengambil jurusan Kriya Seni. Namun kalimat
ini yang selalu saya ingat “Ridhollaahu birru ridhool waa lidaini”,
ridho Allah tergantung pada ridho kedua orang tua. Orang tua saya tidak
mengizinkan saya kuliah di bidang seni melainkan di bidang exact.
Mungkin itu adalah jalan cerita saya. Saya belum di terima mendaftar kuliah di
universitas-universitas favorit tersebut. Kemudian saya mendaftar kuliah dengan
jalur SBMPTN pilihan pertama di Universitas Negeri Semarang mengambil jurusan
Kimia Murni dan Pendidikan Matematika, pilihan kedua di Institut Agama Islam
Negeri Walisongo Semarang mengambil jurusan Tadris Kimia. Ternyata takdir saya
diterima kuliah di Perguruan Tinggi Islam dengan mengambil jurusan Tadris Kima,
yaitu di IAIN Walisongo Semarang. Mungkin keluarga saya menginginkan saya
menuntut ilmu umum dan agama, maka dari itu do’a mereka dikabulkan dan sekarang
saya menekuni kuliah di IAIN Walisongo Semarang sampai saat ini. Saya tinggal
di Ma’had Walisongo yang diperuntukkan bagi mahasiswa baru IAIN Walisongo
Semarang selama satu tahun. Dari sini saya mendapatkan sebuah pencerahan dari
K.H. Fadlolan Musyaffa’, Lc. M.A.
Ilmu Adalah Pengantar Surga
Saya
belum puas jika hanya duduk di kelas mempelajari mata kuliah yang ada. Karena
saya selalu ingat dengan kalimat yang diucapkan oleh kedua orang tua saya:
“Carilah ilmu sebanyak mungkin nak selagi kami masih mampu untuk membiayai
kalian, yang terpenting adalah pelajaran inti harus kamu tekuni. Yang lain
hanya menjadi sampingan. Teruslah berusaha dan jangan patah semangat, do’a kami
menyertai kalian.”. Subhaanallah. Betapa beruntungnya kami yang mempunyai orang
tua seperti mereka yang selalu memberi motivasi dan semangat bagi anak-anaknya
dalam menuntut ilmu. Dari sanalah tonggak semangat hidup saya. Saya mengikuti beberapa
Unit Kegiatan Mahasiswa di kampus IAIN Walisongo Semarang, diantaranya adalah
UKMF Bimbingan Ilmu Tilawah al-Qur’an (UKMF BITA), UKMI Teater Mimbar dan ikut
andil berorganisasi di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMMAKI). Di sini saya masih
mencari sebuah cara bagaimana kuliah inti saya tidak terbengkalai, Teater
Mimbar tetap jalan karena segala yang dipelajari di dalamnya adalah hobi saya
yaitu musik, melukis, sastra, tari dan lain-lain, kemudian UKM BITA bisa saya
tekuni karena saya menganggap yang
dipelajari di dalamnya merupakan bekal nanti ketika saya hidup bermasyarakat
seperti Tilawah, Rebana, Kaligrafi dan dziba’an, lalu berorganisasi di HIMMAKI
dapat saya kembangkan. Namun saya masih tetap berpegang teguh pada prinsip saya
yaitu “Semua memang terserah Tuhan, namun Dia mendahulukan jawaban bagi jiwa
yang berupaya”. Jadi, asalkan saya mau berusaha, insyaAllah nanti hasilnya pun
akan baik pula. Saya ingin menjadi seorang kimiawan muslim, seorang penulis, seorang
pelukis, dan pecinta seni Islam. Namun cita-cita utama saya adalah menjadi
Istri yang sholehah bagi suami saya kelak. Itu sudah mewakili semuanya termasuk
membahagiakan kedua orang tua. J
KESAN-KESAN KULIAH PSI
Alhamdulillah. Mengikuti perkuliahan mata kuliah
Pengantar Studi Islam bersama bapak M. Rikza Chamami, M.S.I memberi beberapa pencerahan
bagi hidup saya. Saya menjadi lebih mengerti dan memahami Islam dalam beberapa konteks.
Bukan Islam yang marah, melainkan Islam yang ramah. Di sini saya mempelajari bagaimana
memaknai Islam pada era sekarang. Implementasi metode pembelajaran yang digunakan
beliau pun menjadi sebuah motivasi bagi saya. Terutama saya memandang bahwa akan
saya jadikan salah satu metode saya dalam mengajar nanti setelah lulus dari IAIN
Walisongo. Menghidupkan suasana kelas yang tidak mempengaruhi konsentrasi dalam
memahami apa yang diajarkan. Pengantar Studi Islam membekalkan kami pengetahuan
tentang Islam secara komprehensif. Fungsinya untuk menjadikan kami sarjana muslim yang cakap dalam hal akademik dan interaktif
terhadap masyarakat dengan wawasan Islam yang kami miliki. Kata-kata beliau yang masih teringat dalam benak
saya yaitu “Guru spiritual saya adalah realitas, sedangkan guru realitas saya adalah
spiritualitas”. Terimakasih pak Rikza atas ilmu yang engkau tuturkan pada kami.
ILMU YANG SAYA DAPATKAN DAN HARAPAN SAYA DARI
KULIAH PSI
Saya
menjadi lebih paham tentang Islam daripada sebelumnya dan saya mendapatkan banyak
sekali motivasi-motivasi dari pak Rikza. Saya juga merekam banyak diksi baru dari
setiap kata yang disampaikan oleh beliau. Ilmu-ilmu baru selain ilmu tentang Islam
pun saya dapatkan dari mengikuti kuliah Pengantar Studi Islam. Saya berharap ilmu-ilmu
yang saya dapatkan dari sini tidak hilang begitu saja dan terbuang tanpa makna.
Saya ingin membuktikan kepada orang tua saya bahwa saya bisa menjadi anak seperti
do’a mereka dalam makna yang tersirat dalam nama yang mereka berikan kepada saya
Nafi’ Inayana Zaharo yaitu bunga yang memberikan petunjuk yang bermanfaat bagi kami,
yang saya mengerti seperti itu. Dengan cara saya mengamalkan ilmu-ilmu yang saya
dapatkan selama hidup saya, setidaknya sedikit makna do’a dari nama saya telah terbukti
dimaqbulkan oleh Allah SWT. Aaamiin. Terimakasih ya Allah, terima kasih ayah ibu
dan terimakasih juga pak Rikza. J