Sebuah
sastra pasti sarat dengan penulisan maupun pertunjukan. Para penikmat sastra
akan memilih bentuk sastra yang berbeda- beda untuk memuaskan batin mereka.
Sastra penulisan hanya disajikan dalam bentuk rangkaian huruf yang tercetak
maupun ditulis, dinikmati dengan mata. Sedangkan sastra pertunjukan akan terasa
lebih hangat sebab sastra ini disajikan dalam bentuk media audio visual. Tentu
keduanya tak terlepas dari rasa si penulis, pembaca maupun penikmat.
Puisi,
salah satu karya sastra yang banyak diminati banyak orang sebab bentuknya yang
lebih simpel daripada karya sastra lainnya. Istimewanya, diksi- diksi yang
digunakan dalam penciptaan puisi lebih mengarah pada simbol- simbol. Sebuah
puisi tidak dapat dimaknai secara subjektif, karena yang benar- benar mendalami
makna dari puisi tersebut adalah si penulis.
Teater
Mimbar UIN Walisongo akan segera menggelar “Tadarus Puisi” di pertengahan bulan
suci Ramadhan yang penuh berkah ini dengan sajian yang sedikit berbeda
dibandingkan tahun- tahun sebelumnya. Karya- karya puisi yang diadopsi dari
terangnya bulan Ramadhan tahun 2016 ini dan beberapa pembacaan karya puisi
sastrawan Indonesia seperti Gus Mustafa Bisri, Cak Nun, W.S Rendra. dkk., serta
sedikit polesan musik dan musikalisasi puisi oleh warga Teater Mimbar akan
berkolaborasi dengan Hasan Tarowan, seorang sastrawan muda yang lahir dari SKM
Amanat UIN Walisongo yang akan membedah Kitab Puisi terbitan pertamanya dengan
judul “Orang Mabuk di Negeri Mahapetry”.
Acara ini juga akan dimeriahkan oleh beberapa sastrawan
Semarang seperti Wikha Setiawan, Abbas Effendy, Nur Rohman dan Istirohah.
Tadarus Puisi bukan sekedar pesta pembacaan puisi. Dengan
Tadarus Puisi, para pendarus akan mencoba
menghidupkan cercahan kata- kata dalam puisi- puisi yang jika hanya terpajang
di secarik kertas akan tetap mati.
Nafi' Inayana Zaharo
Semarang, 10 Juni 2016
No comments:
Post a Comment